Pernyataan bahwa matematika itu mudah dan menyenangkan, semestinya kita perkenalkan dan kita buktikan dari awal. Untuk mencapai penguasaan materi pelajaran apapun (bukan hanya matematika), membutuhkan ketekunan. Anggapan bahwa matematika hanya dapat dikuasai oleh murid-murid yang berbakat, tidak sepenuhnya benar. Bakat tidak menentukan tingkat penalaran, kemampuan dan keterampilan murid dalam berhitung.
Keterampilan murid dalam menyelesaikan soal matematika seperti halnya seseorang yang mencoba keterampilan menganyam. Seseorang tidak akan pernah bisa membuat anyaman dari bambu, bila orang tersebut tidak pernah mau mencoba belajar menganyam. Seseorang tidak akan bisa menghasilkan suatu anyaman dengan cepat, terarah, rapi dan indah, bila orang tersebut hanya mau mempelajari seni anyam-menganyam tanpa pernah melakukan latihan secara tekun dan teratur. Begitu juga halnya dengan pelajaran matematika. Murid tidak akan terampil menyelesaikan soal matematika bila murid yang bersangkutan jarang mencoba berlatih menyelesaikan soal matematika secara mandiri. Pelajaran matematika identik dengan pelajaran ketrampilan tangan. Semakin sering tangan mau menulis, mencoret, mengkali, membagi, tambah dan kurang, maka otak akan semakin pandai dalam memecahkan materi soal matematika. Awal mula tangan mau bergerak, kemudian otak terstimulasi menemukan ide pemecahan soal lebih lanjut. Oleh karena itu untuk tahap permulaan, bila kita berhadapan dengan soal cerita matematika dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi, maka langkah pertama yang harus kita kerjakan adalah menulis apa yang kita ketahui dari soal tersebut. Maka pada saat menuliskan “diketahui:……” kita sering menemukan ide dalam memecahkan soal matematika tersebut. Terbukti bahwa ide seringkali muncul setelah tangan kita mau bergerak untuk menuliskan apapun yang kita mau. Hal lain yang perlu kita ketahui adalah kita bebas menuliskan apapun yang kita mau (tentunya yang berhubungan dengan soal), kita tidak perlu takut untuk membuat kesalahan. Karena dari kesalahan (tulis) yang telah kita buat akan memunculkan ide yang lebih kreatif dalam menyelesaikan soal.


Yang sangat menentukan tingkat penguasaan materi adalah ketekunan murid itu sendiri. Tetapi waktu yang dibutuhkan untuk menguasai suatu materi bagi tiap orang tidak sama. Asalkan murid mempunyai minat dan waktu yang cukup untuk mempelajari suatu materi pelajaran, murid akan bisa menguasai materi tersebut.Matematika mempunyai jenjang dan aturan pemahaman yang jelas. Seorang murid kelas 4 SD akan mengalami kesulitan mempelajari matematika jika materi pelajaran kelas 1, 2, dan 3 tidak dikuasai dengan baik. Sebagai contoh materi pelajaran tentang pembagian bersusun atau perkalian bersusun pada kelas 4 SD tidak akan dapat dimengerti dengan baik bila murid yang bersangkutan belum memahami pengurangan, penjumlahan dan perkalian bilangan sederhana yang diajarkan pada waktu kelas 1, 2, dan 3. Murid juga akan mengalami kesulitan dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan, dan seterusnya. Penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian pecahan dan juga dasar-dasar perhitungan yang lain harus dapat dikuasai murid dengan baik agar murid yang bersangkutan tidak mengalami kesulitan yang lebih besar pada tingkat selanjutnya. Contohnya pada tingkat SMP, operasi pecahan juga akan diajarkan. Dasar materinya adalah materi SD, hanya saja pada waktu SD bilangan yang digunakan adalah sebuah angka dan pada tingkat SMP bilangan yang digunakan adalah suatu variable.
Karena matematika mempunyai jenjang dan aturan pemahaman yang jelas, maka kemampuan guru dalam menerangkan pelajaran matematika dalam bahasa yang mudah dan sederhana sangat diperlukan dalam hal ini. Guru tidak akan bisa menerangkan materi pelajaran matematika dengan baik bila guru yang bersangkutan tidak menguasai materi yang akan diterangkan. Murid tidak akan dengan mudah memahami materi yang diterangkan oleh guru, bila guru tidak mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dan kreatif. Murid akan melihat matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan membuat gemetar bila metoda pengajaran yang disampaikan kepada murid tidak mengikuti kaidah yang benar. Matematika harus diterangkan setahap demi setahap dengan jenjang dan aturan pemahaman yang jelas.
Murid yang pandai tidak boleh dijadikan sebagai pedoman tingkat keberhasilan guru dalam mengajar. Karena banyak guru yang merasa bangga bila mampu mencetak murid dengan nilai UAN 10, walaupun persentase murid yang mendapat nilai kurang dari 6 sebesar 50%. Pernah ada suatu kejadian, nilai 10 dijadikan pedoman guru untuk melakukan pembelaan atas pertanyaan orang tua yang merasa anaknya cukup pandai tetapi nilai uji coba UAN tingkat kotamadya tidak seperti yang diharapkan. Padahal dari data yang kemudian ditelusuri, terlihat bahwa:
ü murid yang mendapat nilai lebih dari 9 = 0,1 %
ü murid yang mendapat nilai antara 8 – 9 = 11,9 %
ü murid yang mendapat nilai antara 7 – 8 = 11 %
ü murid yang mendapat nilai antara 6 – 7 = 21 %
ü murid yang mendapat nilai <>
(data dari sekolah ‘X’ pada uji coba UAN matematika SD tahun 2005)
Mengutip pernyataan Prof. Dr. S. Nasution dalam bukunya yang berjudul “Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar & Mengajar”, tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikan dikuasai sepenuhnya oleh semua murid, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi. Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja. Mendasarkan hasil pelajaran pada kurva normal berarti hanya sebagian kecil saja dari anak-anak yang kita harapkan dapat memahami pelajaran kita sepenuhnya. Hasil mengajar menurut kurva normal sesungguhnya menunjukkan suatu kegagalan.
Fungsi pendidikan adalah membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik pada tujuan itu. Apa yang diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak.
Oleh karena itu guru perlu memahami metodologi pengajaran dengan pendekatan psikologi yang benar. Sesulit apapun suatu materi pelajaran, bila dikemas dengan bahasa sederhana dan dapat dimengerti murid, pastilah akan menjadi suatu pelajaran yang mudah dan menyenangkan bagi murid yang tidak terhitung pandai sekalipun.
Dukungan dari keluarga juga ikut menentukan keberhasilan belajar murid. Wajib dipahami bahwa belajar adalah suatu proses. Nilai bukanlah tujuan akhir, karena ada parameter lain yang dapat dinilai. Kemandirian, tanggung jawab, kreatifitas, rasa percaya diri, kemampuan berbahasa dan berkomunikasi dengan baik, serta semakin luas wawasan anak akan semakin besar keinginannya untuk mempelajari sesuatu. Maka perlu ditanamkan kepada murid/anak bahwa tugas sekolah adalah tanggung jawab anak dan bukan tanggung jawab orang tua. Kemampuan belajar mandiri, minat yang besar untuk mempelajari/mengerjakan tugas sekolah menjadi tujuan terpenting dalam proses belajar di rumah. Dalam mengerjakan tugas sekolah yang terpenting adalah anak serius mengerjakan tugas tersebut, bukan ketepatan penyelesaian soal. Dari tugas yang dikerjakan secara mandiri tersebut, guru di sekolah akan dapat mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam mengajar. Bahkan barangkali guru kemudian menyadari bahwa metoda pengajaran dan tugas yang diberikan kepada murid kurang bermutu dan tidak terlalu baik.
Peran aktif orang tua juga sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan keberhasilan anak. Pendampingan orang tua terhadap anak yang memiliki kesulitan belajar akan sangat membantu anak menyelesaikan masalahnya. Pendampingan ini hanya sebatas mengarahkan anak-anak sehingga mereka mampu menyelesaikan soal secara mandiri. Orang tua juga perlu menyediakan buku-buku yang lain (disamping buku pegangan sekolah) untuk membantu mereka mengatasi kesulitan pelajaran dan juga untuk menambah wawasan mereka. Karena tidak ada buku yang memuat materi dengan lengkap sempurna. Antara satu buku dengan buku yang lain bersifat saling melengkapi.Sebagai akhir dari tulisan ini, Matematika akan menjadi mudah dan menyenangkan bagi anak bila anak rajin berlatih, mendapat bimbingan dari guru yang kompeten, serta buku-buku acuan yang bermutu dan yang tak kalah penting adalah dukungan aktif dari orang tua. Mari buktikan!